BisnisManado.com – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mulai membuka pintu bagi masa depan konektivitas Indonesia. Melalui konsultasi publik atas dokumen Call for Information (CFI), lembaga ini sedang mengkaji potensi penerapan teknologi Non-Terrestrial Network Direct-to-Device (NTN-D2D), sistem yang memungkinkan ponsel terhubung langsung ke satelit tanpa perlu menara BTS.
Dalam keterangan tertanggal 21 Oktober 2025, Komdigi menjelaskan bahwa teknologi ini bisa jadi solusi nyata bagi keterbatasan jaringan di pelosok negeri, perbatasan, hingga wilayah perairan yang selama ini sulit dijangkau sinyal seluler.
“Teknologi ini memungkinkan perangkat seluler berkomunikasi langsung dengan satelit tanpa bergantung pada jaringan terestrial, sehingga berpotensi memperluas konektivitas hingga ke wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal),” tulis keterangan resmi Komdigi, dikutip dari CNBC Indonesia (23/10/2025).

Kajian ini disusun oleh Direktorat Penataan Spektrum Frekuensi Radio, Orbit Satelit, dan Standardisasi Infrastruktur Digital, di bawah Direktorat Jenderal Infrastruktur Digital Komdigi.
Tujuannya jelas, menghimpun masukan dari berbagai pihak seperti operator telekomunikasi, penyedia layanan satelit, industri perangkat, asosiasi, akademisi, hingga masyarakat umum. Semua pandangan itu akan menjadi bahan penting dalam merumuskan arah kebijakan dan regulasi baru di sektor telekomunikasi berbasis satelit.
“Masukan yang diberikan akan menjadi bahan penting dalam penyusunan kebijakan dan regulasi, termasuk aspek teknis, manajemen spektrum frekuensi, model bisnis, dan skema kerja sama antaroperator,” jelas Komdigi.
Lebih jauh, Komdigi menegaskan bahwa inisiatif ini bukan sekadar soal teknologi, tapi juga bagian dari strategi pemerataan akses digital. NTN-D2D diharapkan bisa memperkuat ketahanan komunikasi nasional, mempercepat pemerataan ekonomi digital, dan mendukung visi Indonesia Emas 2045 serta agenda Asta Cita pemerintahan Prabowo Subianto.
Langkah ini juga menjadi bagian dari Rencana Strategis Komdigi 2025–2029, sekaligus mendukung target besar RPJMN 2025–2029 dalam membangun ekosistem digital inklusif.
Menariknya, teknologi serupa sebenarnya sudah lebih dulu dikembangkan oleh Starlink milik Elon Musk lewat layanan Direct-to-Cell. Namun, layanan tersebut belum bisa digunakan di Indonesia, karena izin Starlink saat ini hanya mencakup kategori ISP dan Jartup Vsat, bukan Direct-to-Cell.
Dengan langkah Komdigi ini, besar kemungkinan Indonesia sedang menyiapkan “versi lokal” konektivitas satelit langsung ke ponsel yang tak hanya membuka peluang bisnis baru bagi operator dalam negeri, tapi juga bisa menjadi katalis percepatan transformasi digital nasional.
Kalau semua berjalan sesuai rencana, mungkin sebentar lagi kita tak perlu lagi khawatir kehilangan sinyal di tengah laut atau di perbatasan. Indonesia bisa jadi salah satu negara pertama di Asia Tenggara yang benar-benar menghapus batas antara langit dan sinyal seluler.
(bim)
Tinggalkan Balasan